KBR68H, Jakarta - Pemerintah dituding tak mendukung politik perbukuan
sehingga buku-buku yang terbit tak mampu memberikan pencerahan pada
masyarakat. Direktur Penerbit Komunitas Bambu, JJ Rizal mengatakan,
sejak 1980-an sudah tak ada lagi politik perbukuan yang jelas.
Dia mencontohkan, dulu IKAPI bisa berjuang agar penerbit-penerbit
mendapatkan pasokan kertas khusus untuk penerbit yang disubsidi
pemerintah. Tapi sekarang tidak berlaku padahal bahan pokok buku itu
kertas.
“Dari mayoritas pendiri bangsa ini memperlihatkan sikap
yang kuat terhadap buku, sekarang saya sukar sekali menemukan orang
yang punya sikap yang kuat terhadap buku,” tambahnya.
Rizal
menambahkan, saat ini sulit menemukan buku yang berkualitas karena toko
buku sudah disetir oleh kepentingan ekonomi dan pasar. Hal ini bisa
menyebabkan peradaban Indonesia jalan di tempat.
“Bisa kita
lihat dari merebaknya buku-buku yang mungkin kita tidak bisa anggap
sebagai buku, redaksi semakin kompromis karena orientasinya pasar bukan
lagi pengetahuan, visi perbukuan kita jadi hilang juga,” kata Rizal.
Kondisi ini juga mengakibatkan harga buku di Indonesia kian mahal.
Menurut Rizal, semua hal yang terkait dengan buku dikenakan pajak mulai
dari bahan pokok kertas, penulis, sampai toko buku juga kena pajak jual
beli.
“Sebenarnya buku-buku yang bermutu justru sangat
penting, tapi kenyataannya kita sukar menemukan itu. Karena kalau kita
bicara buku yang bermutu orang akan berpikir tidak laku, disitulah
politik perbukuan menjadi penting. Pemerintah harus mengambil sikap
untuk mendukung penerbitan buku-buku yang menurut saya mampu
mengantarkan kita pada pencerahan, tapi kenyataannya dibiarkan saja
bersaing.”
Sumber : http://www.portalkbr.com/berita/nasional/2609294_4202.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar