Persoalan tentang ekonomi kreatif yang didalamnya adalah berkumpul
orang-orang yang tidak kreatif, hanya
bisa diatasi jika menengok pada persoalan pendidikan sebelum masuk pada persoalan
regulative. Banyak dari lulusan perguruan tinggi, hanya mampu menunggu
datangnya pekerjaan, daripada menciptakan pekerjaan. Atas nama pengalaman kerja
yang belum di dapat, ilmu yang dipelajari di bangku pendidikan belasan tahun
terasa tidak cukup bahkan tidak berguna sama sekali. Orang membayangkan bahwa
segera kepadanya diberi kesempatan, maka apa yang dipelajari akan segera
dipraktikan. Ibarat computer yang menyimpan data, pengetahuan yang diperoleh
sementara dianggap barang mahal yang suatu waktu baru dikeluarkan untuk
kepentingan tertentu.
Pendidikan kita hanyalah hardisck penyimpan data. Sekedar
itu dan hanya itu. Pendidikan yang menciptakan sumber daya manusia tidak lain
adalah sumber daya yang hanya mampu menyimpan beribu file yang didapat dibangku
kuliah. Orang lupa bahwa dengan terlalu banyak menyimpan data yang tidak tahu
kapan dapat digunakan hanyalah menjadi beban bagi siapa saja yang hendak
menyimpannya.
Dalam banyak perbincangan, orang melarikan persoalan
pengangguran atau tidak kreatifnya seseorang pada tradisi yang membentuknya.
Walau tidak selamanya berlaku, anak pengusaha lebih cendrung meneruskan usaha
keluarga, daripada anak yang dibersarkan dalam keluarga amtenar pegawai sebuah
instansi. Anak petani misalnya mesti hampir menyerupai anak pengusaha, namun
kalah karena sekolah telah mencerabut akar tradisinya.
Berlaku disini bahwa apa yang didapat di bangku sekolah,
seolah-olah terpisah jauh dari kehidupan masyarakat. Kritik tradisi tidak
pernah terjadi sebagai sumbangan metode berpikir pengetahuan, apalagi
mewajibkan penggunaan nalar, watak dan karakter yang dimiliki. Dalam soal ini,
perlu dipertanyakan juga apakah tradisi pendidikan yang dijalankan sudah pula
menjawab soal tentang karakter, nalar dan watak?.Sepertinya semua itu masih
jauh api dari panggang.
Setelah berjalan jauh dengan pemikiran-pemikiran pendidikan
dan fakta lapangan yang tidak memiliki konteks mendasar pada apa yang didapat
di bangku sekolah, maka sudah bukan hal yang remeh lagi jika praktik tradisi itu
perlu dikembangkan di sekolah, lingkungan terdekat dan diri sendiri. Pendidikan
tidak lain harus mefokuskan pada kecerdasan memecahkan persoalan, dan keindahan
membentuk kehidupan dan setiap
organisme. Dua soal inilah merupakan awal dari pencptaan masyarakat kreatif. (Benjamin
Tukan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar