Sumber : http://infoklasika.print.kompas.com/merawat-masa-depan-dunia-perbukuan
Kompas Cetak/ Rubrik
Klasika, Kamis 22 Oktober 2015
Kenikmatan yang
bersumber dari menghidu aroma kertas pada buku, meraba teksturnya yang rapuh,
menelusuri baris demi baris kalimat apik yang tertera di sana, atau
membolak-balik halamannya yang menggugah rasa penasaran barangkali kini sudah
tak lagi akrab dengan kita. Tren global menunjukkan konsumsi buku secara
general turun drastis.
Studi yang dilakukan
Gallup di Amerika Serikat menyebutkan, sekitar 48 persen responden membaca 11
buku atau lebih per tahun pada 1978, sementara pada 2014 persentasenya merosot
menjadi 28 persen. Di Korea Selatan, penjualan buku menurun 20 persen pada 2012
dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, di tengah derap teknologi digitalnya,
Korea Selatan kini juga giat meniupkan semangat untuk menumbuhkan kembali
kebiasaan membaca buku
Sumber Foto : Kompas |
Upaya menggairahkan
dunia perbukuan di Korea Selatan begitu kentara pada Oktober tahun ini. Beragam
ajang digelar untuk kembali mendekatkan orang pada buku. Kegiatan tersebut
antara lain Paju Book Award 2015, Seoul International Book Fair (SIBF), program
Toji Cultural Centre Residency for Writers, dan Asian Publisher Fellowship
Program in Seoul.
Semua penikmat buku
rasa-rasanya akan jatuh cinta pada Paju, kota pusat industri buku di Korea
Selatan. Selain menjadi wadah bagi penerbit dan percetakan, kafe buku dan
perpustakaan menjadi daya tarik Paju. Atmosfer hangat menyambut begitu kita
memasuki perpustakaan. Rak-rak kayu menjulang setinggi langit-langit, pendar
kuning lampu membuat kita merasa tak berjarak dengan ruangan, kafe kecil yang
terletak di tengahnya menghadirkan suasana akrab. Di tempat inilah malam
penghargaan Paju Book Award diselenggarakan.
Paju Book Award
terutama bertujuan merangkul penerbit, penulis, ilustrator, dan semua orang
yang terlibat di industri buku untuk bersama-sama memajukan dunia perbukuan dan
merekam geliat Asia Timur dengan buku. Apresiasi diberikan lewat sejumlah
kategori penghargaan, yaitu Writing Award, Planning Award, Book Design Award,
dan Special Award.
Otsuka Nobukazu, Paju
Book Award Representative Committee Member dari Jepang begitu bangga ajang ini
bisa konsisten terselenggara sampai yang keempat pada 2015. “Asia berperan
penting pada pertumbuhan buku global. Dan pada buku sejati, saya bisa merasakan
jiwanya,” ujar Nobukazu, Sabtu (6/10), pada malam penghargaan.
Pada forum Asian
Publisher Fellowship Program in Seoul, peran editor berdiskusi tentang apa yang
bisa dilakukan agar buku mampu menjadi dinamis dan mengikuti gerak zaman.
Editor Gramedia Pustaka Utama Hetih Rusli juga berkesempatan memaparkan
perkembangan buku di Indonesia. Dunia digital, dalam penjelasan Hetih, justru
menjadi peluang untuk disinergikan dengan buku.
“Kita juga bisa
mengolaborasikan buku dengan film. Film dapat membantu mempromosikan dan
meningkatkan nilai jual buku,” tutur Hetih di Seoul, Rabu (7/10).
Tang Xuefeng dari
Tshinghua University Press, Tiongkok, juga berbagi tentang salah satu proyek
buku menarik yang sedang mereka garap. Menyadari daya tarik visual dan sains
bisa digabungkan, Tsinghua akan menerbitkan buku yang menampilkan foto makro
hasil rekam proses perubahan zat kimia lewat proyek Beautiful Chemistry. Tak
dinyana, bentuk maupun perpaduan warna zat-zat kimia itu begitu indah.
Asian Publisher
Fellowship Program in Seoul ditutup dengan makan malam yang sederhana tapi
intim, berada di ruang kecil sehingga orang-orang bisa saling menyapa. Diiringi
musik akustik yang volumenya tak mengganggu jalannya obrolan di antara semua
yang hadir, penulis dan penerjemah V Ramaswamy dari India bercerita, ia baru
saja mengikuti program residensi yang diadakan Toji Cultural Centre.
“Program ini luar
biasa. Selama satu bulan, saya diberi ruang menulis yang hening dan dikelilingi
perbukitan. Dari jendela yang lebar, setiap hari saya bisa menghirup udara
segar dan mendengar kicauan burung. Ruang bebas interupsi seperti inilah yang
saya butuhkan, tempat yang sempurna untuk menyelesaikan proyek penerjemahan
yang sedang saya kerjakan,” kata Ramaswamy dengan begitu antusias.
Eratkan hubungan
Korea Selatan dan
Indonesia sedang terus menjalin relasi, terutama dalam hal perbukuan. Tahun
ini, Korea Selatan menjadi tamu kehormatan pada Indonesia International Book
Fair September lalu. Upaya-upaya untuk mengenal Korea Selatan secara lebih
mendalam juga ditempuh dengan beragam cara, termasuk lomba menulis yang
diadakan penerbit Grasindo dan Korea Cultural Center dengan tema “Korea dalam
Kata dan Rasa”.
Lewat kompetisi
tersebut, para penulis ditantang untuk mengeksplorasi budaya Korea Selatan.
Para pemenang, antara lain Pretty Angelia Wuisan, Indah Erminawati, Mega
Marchelina, dan Debyanca Sagitasya Saputra berkesempatan mengunjungi Seoul dan
mempresentasikan karya mereka di depan Korea Publishers Society.
“Kami tidak menyangka
penulis-penulis yang belum pernah ke Korea ini bisa bercerita dengan baik
tentang Korea. Ke depannya, Korea Publishers Society ingin membangun kerja sama
bilateral antara penerbit Korea dengan penerbit Indonesia,” ujar President of
Korea Publishers Society Chul Ho Yoon, Senin (5/10).
Lewat beragam cara,
orang-orang dari penjuru dunia yang kebetulan bertemu di Seoul beberapa waktu
lalu memperjuangkan sesuatu yang sama. Memberikan roh pada buku, memopulerkan
lagi kebiasaan membaca. [NOV]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar