Rabu, 14 Oktober 2015

100 Pesan Revolusi Diri



100 Pesan Revolusi Diri 

Judul : 100 Pesan Revolusi Diri 
Penulis : Yoseph Bruno Dasion, SVD 
Penerbit : Tollelegi
Cetakan pertama : Januari 2015 
12 x 20 xiv + 102 

ISBN : 978-602-72022-0-7

Cuplikan kata pengantar 

Manusia senantiasa bergerak maju ke depan sambil tidak melupakan apa yang telah diperbuatnya, apa yang telah dicapainya pada setiap jejak masa lampaunya. Manusia adalah makhluk on-going formation, selalu dalam sebuah proses panjang “menjadi”, yang tidak pernah merasa puas dengan diri dan pencapaiannya hari ini, tetapi menjadikannya sebagai stepping-stone untuk melompat mencapai bintang-bintang kesempurnaan dirinya yang lebih baik.

          Manusia yang selalu meniscayakan proses “menjadi” ini, adalah dia yang selalu menyadari dirinya yang selalu saja tidak sempurna, bukan untuk menabur benih keputusasaan bagi dirinya sebagaimana yang dibuat oleh para skeptik yang selalu menyerah mati kepada nasib hidup sebagai yang tak terelakkan dan yang tak menjanjikan masa depan, tetapi demi membangkitkan daya juang menemukan diri sejatinya, yang sarat talenta kehidupan namun belum tuntas dieksplorasi.

          Buku “100 Pesan Revolusi Diri” hadir dalam nuansa ini, untuk memberikan kepada setiap kita harapan yang kokoh untuk tidak menyerah pada aneka keterbatasan diri yang kita miliki atau alami hari ini. Ia menyapa kita untuk selalu menyimpan antusiasme positif bagi dan tentang diri kita yang harus selalu teguh menatap ke masa depan yang lebih baik dan membahagiakan.

          Pesan-pesan revolusi diri ini telah diserukan oleh banyak tokoh historis, antara lainnya kita menyebut nama-nama, seperti Konfusius, Mensius dan Yesus Kristus.

          Konfusius yang hidup di Cina pada sekitar tahun 551 BC~ tahun 479BC adalah pendiri agama Konhuchu, dan dikenal sebagai tokoh revolusi diri pada era Cina Kuno. Ia mengajarkan pentingnya Cinta(ÁN0Jin)1 dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

          Bagi Konfusius, Cinta adalah sebuah kapasitas atau kualitas hakiki seorang manusia yang sudah ada dan dimiliki di dalam dirinya. Tetapi kualitas Cinta hanya bisa menjadi nyata dan dikenal melalui tata cara hidup yang beradab yang selalu terungkap di dalam kesopan-santunan dan keramah-tamahan(<y,Rei) seorang manusia terhadap yang lain.
         
          Agar Cinta menjadi nyata dalam kehidupan masyarakat Cina, Konfusius menyerukan tanpa henti apa yang disebut “Kokki- Fukurei”(KQñ]©_<y), yang mengajarkan bahwa, hanya mereka yang dapat mengontrol atau menguasai dirinya sendirilah yang akan sanggup hidup sebagai manusia yang sopan, ramah dan beradab. Mengontrol atau menguasai diri sendiri adalah usaha untuk menyadari kualitas Cinta yang sudah ada di dalam diri sendiri. Hanya kesadaranlah yang memungkinkan Cinta itu dapat dihidupi dan diwujudkan agar manusia dapat menjadi manusia sejati, menjadi manusia dalam arti sesungguhnya.

          Mensius, dikenal sebagai seorang murid Konfusius, meskipun bukan murid langsung karena ia hidup kira-kira satu abad sesudah gurunya, tahun 372BC~289BC. Mensius disebut murid Konfusius karena masih mematuhi jalan pemikiran Konfusius yang mengajarkan bahwa kualitas dasar manusia adalah Cinta dan Kebaikan(„U0Zen). Seperti gurunya, ia juga menyerukan agar manusia kembali kepada jati dirinya ini. Seruannya itu terkenal dengan îOñ]»lºN(Shukochijin), yang artinya hanya mereka yang sanggup menguasai dirinyalah yang dapat menguasai dan mengatur sebuah negara dan pemerintahannya. Dan yang menguasai dirinya adalah mereka yang sungguh memahami kualitas Cinta dan yang beradab hidupnya.

          Bagi Konfusius dan Mensius, siapapun yang bisa menguasai dirinya akan juga bisa menguasai rumah tangganya. Yang bisa menguasai rumah tangganya akan bisa menguasai negaranya. Dan, yang bisa menguasai negaranya akan juga sanggup menguasai dunia. Dus, sukses perwujudan sebuah cita-cita yang besar bermuasal pada diri kita sendiri. Diri kita yang baik dan benar dalam hidup dan tindakan nyata, akan juga menjadi sumber kebaikan dan kebenaran bagi orang lain.

          Yesus Kristus juga menyerukan revolusi diri bagi semua orang pada masaNya, secara istimewa dalam kehidupan publikNya yang berlangsung dari tahun 27 Masehi ~30 Masehi, atau tahun 30 Masehi~33 Masehi(bergantung perbedaan diskusi tahun kelhiran  Yesus Kristus).

          Ia mengajarkan bahwa sebuah pembaharuan dalam skala besar haruslah dimulai dengan revolusi diri atau diri yang diperbaharui. Menghendaki sebuah perubahan atau revolusi di dalam diri yang lama, dalam diri yang bobrok yan tidak diperbaharui adalah cita-cita yang mustahil.

          Dalam rumusan Kitab Sucinya:”Tidak seorang pun yang menambahkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak  sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang di dalam kantong anggur yang baru pula, dan dengan demikian terperiharalah kedua-duanya.”(Matius 9:14-17)

          Di dalam Lukas 16 :10, Yesus mengajarkan kebajikan hidup yang senafas dengan Konfusius dan Mensius yang memberikan penekanan pada tanggungjawab atas diri sendiri, atau dalam hal-hal kecil dan sederhana, sebelum mencita-citakan sebuah tanggungjawab yang lebih besar.“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”

          Dalam domain kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta, dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019, kita di karunia dua orang pemimpin pembaharu, atas nama Presiden Haji Ir. Joko Widodo, dan Wakilnya Haji Yusuf Kalla, yang sama-sama tampil sebagai pemimpin yang jujur, sederhana, berani, bersih dan yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai pilihan wahid kiprah politik dan pemerintahannya.

          Semua kita menyambut lahirnya pemimpin baru dengan langkah-langkah politiknya yang baru. Khususnya cita-citanya untuk membangun sebuah Indonesia Baru yang berbasis pada revolusi mental manusia Indonesia itu sendiri.

          Bagi Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Yusuf Kalla, Kemajuan Indonesia sebagai bangsa dan negara agar dapat diterima dan diakui kehadirannya di dalam sebuah dunia yang semakin global, haruslah dimulai dari revolusi mental manusianya. Dan untuk memulainya, Presiden dan Wakilnya tidak hanya berdiri dan mengharapkan rakyatnya untuk memulai revolusi ini, tetapi mereka sendirilah yang memulainya. Mereka memberikan sendiri contoh, apa itu revolusi mental di dalam kehidupannya sendiri yang sangat dekat dengan rakyatnya, yang memimpin dengan bekerja, dan dengannya meyakinkan rakyatnya bahwa gerakan revolusi mental yang mereka adakan, bukanlah sebuah cita-cita kosong, tetapi sungguh sebuah tindakan nyata dalam kehidupannya sehari-hari.

          Kita semua tercengang dan mata kita terbuka melihat tipe pemimpin baru yang tidak pernah kita jumpai di dalam sejarah Indonesia moderen. Bukan hanya itu, masyarakat dunia pun ikut-ikutan mengacungi jempolnya buat pemimpin nomor satu kita, karena mereka juga sebenarnya tengah mendambakan pemimpin yang serupa.
         
          Dalam suasana lahirnya Indonesia Baru inilah saya menyajikan buku mungil ini ke hadapan para pembaca yang mencintai diri sendiri sebagai yang baik dan benar, dan yang tak mau kalau diri seperti ini harus dikalahkan oleh aneka pengaru global yang kurang baik.

          Kesadaran kita untuk tiada hentinya menjaga dan merawat diri kita yang baik dan yang benar, adalah sebuah tugas penting yang harus selalu kita lakukan. Hanya dengan demikian kita pun dapat berpartisipasi penuh dalam tugas dan tanggungjawab kita untuk memelihara negara dan dunia kita agar menjadi sebuah ranah kehidupan yang semakin baik dan semakin bersahabat penuh kedamaian dan cinta.
         

Selamat membaca.
Lamalera, 1 Januari 2015
Yoseph Bruno Dasion SVD




1 komentar:

  1. PRIBADI SUKSES DAN EKSODUS

    Memasuki Tahun 2018, banyak orang berniat menjadi PRIBADI SUKSES. Sebuah niat, harapan, kerinduan, keinginan, dan hasrat. Bagaimana mencapainya? Apakah mudah mencapai kesuksesan seperti yang didambakan?

    Yoseph Bruno Dasion, SVD, imam yang sudah 30 tahun berkarya di Jepang, memberikan kisi-kisinya. Dalam bukunya 100 Pesan Revolusi diri ia menulis: Pribadi-pribadi sukses mencintai EKSODUS. Mereka bersiap kehilangan aa yang telah mereka milik dan berani meretas jalan atau usaha baru (59. Pribadi Sukses, hlm 60).

    Kuncinya sebenarnya sederhana: berani berpindah, berjalan, dan berziarah. Berani ‘eksodus’ yakni keluar dari zona nyaman dan zona kepastian. Sebuah keputusan yang tentu tidak mudah karena lebih baik memilih yang sudah pasti daripada melepaskan nasib pada ketidakpastian masa depan.

    Tetapi keberanian itu sendiri sebenarnya awal. Menempatkan semua tenaga, pikiran, perasaan, strategi pada hal-hal baru. Inilah langkah kedua. Demi merindukan sesuatu yang lebih (menjadi pribadi sukses), maka orang bisa melepaskan itu. Artinya orang yang ingin menjadi sukses punya kerinduan besar untuk mencapai sesuatu yang lebih baik lagi.

    Di sini jelas, ia berani melangkah karena tahu bahwa apa yang akan diperoleh jauh lebih dari yang dimiliki sekarang ini. Sekali lagi inilah yang menguatkan seseorang untuk berjalan menuju kepada pencapaian itu sambil secara rela melepaskan apa yang sudah dimiliki sekarang ini.

    Lalu apakah kesuksesan yang akan diperoleh adalah sebuah kepastian? Apakah keberhasilan akan sungguh-sungguh digapai? Tidak mudah menjawabnya. Kepastian adalah buah dari sebuah usaha, hal mana baru akan terbukti pada akhir sebuah usaha.

    Dalam arti ini maka kegagalan sebenarnya merupakan bagian dari pengalaman. Kesuksesan tidak bisa diperoleh sekali usaha. Apabila kegagalan itu terjadi maka ia merupakan bagian dari kesuksesan itu. Di sana kesuksesan itu bisa tertunda, tetapi tetap membesarkan sang peziarah untuk terus berjalan.

    Bila ia berjalan tetapi bahkan bahkan jalan yang harus dilewati itu masih baru, maka dengan memulai perjalanan, sadar atau tidak akan terbentuklah jalan. Penyair Spanyol benar ketika menulis: Berjalanlah, maka akan terbentuklah jalan (al andar, se hace el camino = dengan berjalan, terbentuklah jalan). Kita tidak bisa mengeluh karena tidak ada jalan. Tetapi dengan berjalan, maka langkah yang kita tinggalkan akan ditiru oleh yang kemudian. Mereka akan melewati jejak kita dan lama kelamaan akan terbentuklah jalan.

    Inilah kunci pribadi sukses di tahun 2018. Berani berjalan, berani eksodus, berani melewati tantangan, berani melepaskan lama dan berani bermimpi yang lebih baik serta menaruh semua tenaga, usaha, doa, kepada tercapainya cita-cita yang diimpikan, menjadi pribadi sukses. (Robert Bala, 3 Januari 2018).

    BalasHapus