Rabu, 30 Mei 2018

Tanjung Bunga, “Tak Mungkin Jauh Mata Dekat di Hati”

“Jauh di mata dekat di hati”. Ungkapan ini tak mungkin ditujukan untuk warga Tanjung Bunga, ujung timur Pulau Flores di Kabupaten Flores Timur. Bagaimana mungkin diantara hati mu dan hati ku ada ikatan, bila untuk berjumpa pun kita tak pernah?


Berjumpa dengan warga Tanjung Bunga boleh dibilang susah-susah gampang. Infratruktur jalan memang menuju Tanjung Bunga, juga diantara kampung-kampung di Tanjung Bunga masih menjadi kandala hingga saat ini.


Sedikit ada perubahan dengan pembukaan isolasi jalan oleh pemerintah dalam tiga periode kepemimpinan Bupati Flores Timur, tapi kondisi jalan yang sempat dibuka itu boleh dibilang masih apa adanya. Beraspal untuk beberapa kilometer saja, kemudian pengerasan, atau tetap dibiarkan menjadi jalan tanah.


Merealisasikan pembangunan jalan di wilayah tanjung Bunga bisa mulus dan menjawabi kebutuhan masyarakat, memang tidak sedikit memerlukan dana.  Barangkali setengah lebih APBD Kabupaten Flores Timur harus difokuskan untuk tanjung bunga. Tapi itu tidak mungkin.


Karena itu, loby-oby ke pusat untuk menambah dana adalah hal yang menjadi alternatef pembiayaan. Anggota Legislatif DPR RI, Melkias Markus Mekeng dikenal punya perhatian besar terhadap daerah ini. Beberapa kali ia datangi tempat ini, dan beberapa kali pula bantuan anggaran dapat digelontorkan.


Tak kalah dengan Mekeng, Bupati Anton Hadjon pun merasa penting untuk terus melakukan lobi-lobi ke Jakarta dalam rangka pembangunan tanjung bunga juga wilayah-wilayah lain di Flores Timur.

***


Ojek kini menjadi alat transportasi yang menghubungi satu kempung dengan kampun lainnya di Tanjung Bunga (Foto : JurnalTimur/Stefan)
Awal Oktober 2017, JurnalTimur berkesempatan untuk mengunjungi tanjung Bunga. Pesawat mendarat di bandara Gewayan Tana –Kabupaten Flores Timur, JurnalTimur langsung menuju Laka sebuah perkampungan nelayan di wilayah Tanjung Bunga. Kondisi jalan masih biasa-biasa saja. Kelelahan begitu terasa.


Laka boleh dibilang masih pertengahan untuk sampai di Kampung Basira ujung timur Flores. Bermalam di Laka, selanjutnya dengan kapal motor melalui pantai utara menuju Basira.


Perjalanan sungguh menarik, karena alam menyuguhkan pemandangan yang memanjakan mata. Kendati di laut, ada penanda yang dapat dilihat pada kampung-kampung di sebelah utara seperti Karawutung, Muleng, Linowahing, dan Lamatutu. Akhirnya Tiba di pantai kelambu, kemudian berjalan menuju perkampungan Basira. Basira sendiri adalah kampung baru. Warga yang sebelumnya tinggal di kampung Hurit dekat teluk kelambu, harus berpindah ke Basira karena bencana Tsunami 1992.


Sebenarnya banyak masih ada alternatif lain yakni melalui Waiklibang, ibukota kecamatan Tanjung Bunga. Tanpa menyinggahi Laka, bisa langsung ke Waiklibang. Dari Waiklibang ke Beloaja, Koten Walan, Tanabelen hingga Basira.  Alternatif lain melalui jalan laut dengan perahu motor penumpang, dari Larantuka-Basira atau Basira – Larantuka setiap Senin dan Kamis.


Semua jalur itu, belum juga menjawabi kebutuhan warga Tanjung Bunga dalam satu lintasan. Sebab, di wilayah selatan atau wilayah yang mengitari teluk hading, teluk terbesar di Flores itu, masih juga ada beberapa perkampungan seperti Ebak, Lama Odjan, Riangpuho, Riang Keroko, dan Turubehang. 

Jalan masih menjadi kandala. Namun rencana pemerintah untuk membangun infrastruktur jalan di wilayah ini, sempat didengar masyarakat. Ada proyek pembangunan jembatan yang sedang dikerjakan di wilayah ini.  Ada satu-dua alat berat yang dijumpai dalam perjalanan. Semua ini cukup menghibur warga Tanjung Bunga, bahwa kelak daerahnya akan maju dan penduduk pun akan leluasa untuk berpergian.


Tanjung Bunga. Dulu saat masyarakat Flores dan Lembata  pergi merantau ke Jawa dan Malaysia dengan kapal laut yang melintasi wilayah ini, akan menjadi tanda yang tak terlupakan. Mereka yang pergi merantau akan sungguh merasakan meninggalkan kampung halaman, bila mata sudah tak melihat Tanjung Bunga-tanjung Flores ini. Saat itulah perasaan untuk menjadi apa saja di negeri rantau mulai terpupuk.


“ Tanjung Bunga sudah semakin jauh, Sinyo terdampar di nagi orang”.



Tanjung Bunga bukan sekedar tempat. Ada warga dengan kehidupan social budaya dan ekonomi, Bagaimana pun pemerintah mesti memberikan perhatian pada Tanjung Bunga. Agar hatimu dan hatiku bisa bertemu tak terkendala minimnya infrastruktur jalan. (Stefan/Ben) Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar