Rabu, 30 Mei 2018

Prosesi San Juan- Pesta Rakyat Warga Tujuh Kampung

Dolo-dolo di depan Kapela Santa Ana Lebao, Usai Proses Sanjuan, (Foto : groupwa Sanjuanjabodetabek)

JURNALTIMUR.COM,- Pesta rakyat warga tujuh kampung (nagi) di Lebao Tengah -Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, berakhir dini hari, Senin, (26/06/2017). Namun begitu, suasana pesta masih terasa hingga Senin (26/06/2017) sore, saat peralatan pesta mulai dikembalikan, dan beberapa warga masih melanjutkan kegiatan terakhir di lingkungan masing-masing.


Pesta rakyat. Warga setempat menyebutnya dengan Pesta San Juan yang diambil dari nama Santo Yohanes Pemandi, pelindung paroki yang menaungi umat tujuh kampung diantaranya, kampung Gege Wahihali, Lebao, Kampung Tengah. Tabali, Riang Nyiur, Kota Sau dan Kota Rowidho.


Perayaan San Juan, dilaksanakan setiap tahun bertepatan dengan perayaan kegerejaan  24 Juni 2017 yakni perayaan Santo Yohanes Permandi. Kali ini lantaran tanggal 24 Juni jatuh pada hari Sabtu, maka perayaaan San Juan dilaksanakan keesokan harinya 26 Juni setelah umat menyelesaikan misa hari Minggu.


Untuk tahun ini, perayaan San- Juan dirayakan bersamaan dengan peringatan 65 tahun gereja Sanjuan. Dua minggu sebelum perayaan San-Juan, umat paroki mengadakan berbagai kegiatan menyongsong perayaan HUT 65 tahun paroki. Salah satunya adalah mengadakan seminar tentang Keluarga dengan mengusung tema, "Perkawinan : Jalan Menuju Persaudaraan Sejati".


Di luar kegiatan seminar, dirayakan berbagai perlombaan seperti pop singer. tarik tambang, dan kuliner. Kendati dari segi persiapan tergolong lebih meriah, kegiatan-kegiatan ini hanya melanjutkan dari kegiatan yang selalu diadakan setiap perayaan San Juan tiba.


Prosesi San-Juan

Perayaan San Juan ditandai dengan prosesi keliling kampung yakni membawa patung Yohanes Permandi mengelingi kampung untuk memberi kesempata kepada umat melakukan penghormatan, berdoa dan memberi tempat khusus bagi santo pelindung paroki.


Tujuh kampung memiliki armidanya sendiri-sendiri yang disesuaikan dengan keberadaan kapela. Kapela tak sekedar bangunan tempat umat berdoa, tapi kapela juga tempat seluruh aktivitas kerohanian dan kemasyarakan yang terjadi dalam kampung itu. Suka-duka masyarakat dalam kampung, selalu menjadikan kapela tempat berkumpul untuk berbagi dan merayakan.



Gereja San Juan Lebao

Dari kampung-kampung kecil, perayaan San-Juan bagai perayaan yang menyatukan. Warga tujuh kampung ini dari sejarahnya adalah warga yang memiliki jaringan kekeluargaan satu dengan yang lain. Melalui perayaan ini hubungan itu pun terjalin kembali.



Setiap anak yang lahir dan dibesarkan dalam kampung-kampung di wilayah ini, sejak kecil sudah diperkenalkan akan pesta rakyat ini. Saat perayaan San Juan tiba, warga diberi kesempatan untuk melayani Tuhan dengan mengambil tanggungjawab dalam urusan memperlancar jalannya prosesi.


Tak sampai di situ saja, perayaan ini mengajak setiap warga dan umat di wilayah ini untuk mengenang dan berdoa untuk para leluhur, menjalin kembali relasi persaudaraan karena konflik, dan bergembira bersama melalui  perayaan makan bersama yang selalu diakhiri dengan tarian dan dolo-dolo,


Perayaan San Juan telah menyatu dalam kehidupan anak-anak dan warga serta umat San Juan. Kembali ke kampung untuk merayakan San Juan jelas merupakan iktihar yang harus dipenuhi setiap tahun saat perayaan itu berlangsung,


San Juan 2017

Sebagaimana tahun sebelumnya, setiap prosesi tentu harus selalu dipersiapkan. Sejak Sabtu, (24/06/2017) warga tujuh kampung ini sudah keluar rumah, bertemu di kapela untuk mempersiapkan perayaan prosesi. Armida yang dilalui prosesi mulai dihiasi dan disediakan tempat khusus untuk meletakan Patung Yohanes Pemandi.

Patung Sanjuan di Gereja San-Juan


Tak kurang dari penataan armada, di jalan-jalan prosesi juga dipasang paku-paku bambu untuk meletakan lilin prosesi. Bagai kota yang diterangi lilin, perayaan itu tak sekedar membawa ingatan pada tahun yang terlewatkan, tapi lebih pada kesederhanaan, kekeluargaan, dan kekerabatan penduduk wilayah ini.


Di luar kegiatan itu, persiapan koor, dan petugas ibadat tak luput dari perhatian umat yang ada dalam kampung. Maklum ini perayaan kampung, perayaan dalam kampung.Semua harus ambil bagian.


Saat prosesi tiba, wilayah tujuh kampung ini, diterangi lampu-lampu lilin dan jalanan dipenuhi dengan hilir mudik orang yang hendak berurusan dengan perayaan. Dengan berjalan kaki, warga pergi ke kampung-kampung, bertemu sanak famili, berceritra sambil mencicipi hidangan yang tersedia. Usai misa di Gereja prosesi dimulai.


Minggu malam, (26/06/2017), jalanan yang dilalui prosesi ditutup sementara dari kendaraan yang lalu lalang. Suasana terasa begitu syahdu, walau kegembiraan tak bisa ditutupi.


Umat dan warga yang berjalan kaki dari satu kampung ke kampung lain menjadi pemandangan tersendiri malam itu. Semenara pintu-pintu rumah penduduk dibiarkan terbuka menanti siapa saja yang datang untuk bertamu.


Begitu menyatunya warga tujuh kampung ini terlihat malam itu, saat perayaan San Juan menjadi tugas bersama untuk mensukseskan.


Akhir perayaan, umat kembali ke kampungnya masing-masing. Masih dalam rangkaian perayaan, umat melanjutkan tradisi yang dirayakan dalam kampung itu.  Malam berakhir dengan dolo-dolo dan makan bersama. Usai perayaan masih ada lagi perayaan yakni "serah punto dama" atau penyerahan lilin yang  menandai penyerahan tugas untuk tahun berikutnya.


Awal Mula


San Juan- menjadi pesta rakyat  sekaligus pesta iman yang berhubungan dengan perayaan Hari Yohanes Pembatis pelindung gereja. Umat tujuh kampung memang merupakan warga yang punya hubungan kekeluargaan yang sangat dekat.


Di wilayah ini, awalnya terdapat sebuah korke (pusat ritual kepercayaan asli). Tempatnya di Pusi Goa, lingkungan Lebao sekarang ini. Pada suatu masa terjadi gelombang imigrasi ke wilayah ini. Orang-orang yang tinggal di pesisir pantai, membentuk perkampungan yang dikenal dengan nama Kampung Tengah dan Kampung Kota (Kota Sau dan Kota Rowidho).


Proses kawin mawin membawa perkembangan yang luar biasa dalam membentuk tujuh kampung di wilayah ini. Sebelum menjadi paroki, tujuh kampung ini menjadi satu stasi dari paroki Reinha Rosari Larantuka. Bahkan dahulu kala, stasi ini pernah menjadi bagian wilayah paroki Ignatius Waibalun, dan mendapat pelayanan iman dari Wureh, kampung seberang di pulau Adonara.

Pada tanggal 24 Juni 1903 merupakan awal dari prosesi San Juan. Prosesi ini hanya berlangsung di seputaran kapela. Baru pada tahun 1913, atas kesepakatan umat Kampung Tengah dan Kota Sau, jalannya prosesi berlangsung hingga Kota Sau.


Pada tahun 1936, Pater Eben SVD, bersama Bapak Sandore Baon mulai menggerakan umat untuk mulai pembangunan gereja. Kurang lebih 120 kepala keluarga bahu membahu membangun gereja. Pada 1938 gereja selesai dibangun dan diresmikan.


Setelah gereja diresmikan, Pater Eben mengadakan prosesi Sakramen Maha Kudus bersamaan dengan prosesi San Juan yang membawa Patung Yohanes Pemandi. Rute Prosesi menyinggahi lima armida yakni, Armida Kampung Tengah, Lebao, Riang Nyiur, Tabali dan Kota Sau.


Saat pengresmian, sudah mulai diadakan upacara "Tukar Rengki" atau saling menukarkan persembahan makanan diantara warga kampung.  Gereja Lebao Tengah baru resmi menjadi paroki tahun 1951 dengan pastor paroki yang pertama P. Yan Van Asten, SVD.


Di Paroki ini ada dua Patung Yohanes Pembabtis. Patung Yohanes Pembatis yang tersimpan di gereja adalah patung pelindung paroki. Tapi satunya lagi ada di Kapela Kampung Tengah.


Kisah Patung Yohanes Pembatis di Kampung Tengah umumnya sama dengan beberapa Patung peninggalan Portugis yang ada di Larantuka, yakni terbawa hanyut dan terdampar di pantai wilayah Larantuka.


Menurut ceritra, Patung Yohanes Pemandi ditemukan di pantai di Kampung Tengah, yang kemudian menjadi milik Dominggo Fernandez dan Djuan Labina. Patung ini menjadi patung kramat, sama seperti patung-patung lain yang ada di kapela dalam wilayah tujuh kampung.


Kendati perayaan ini tak semeriah perayaan prosesi Jumat Agung di Larantuka, Konga dan Wureh, dari sejarah dan tradisi sebenarnya perayaan ini dapat disejajarkan dengan perayaan tradisi keagamaan lain yang ada di wilayah ini.


Dari segi patung-patung peninggalan tempo dulu, kapela-kapela yang ada di Paroki San Juan menyimpan juga berbagai patung peninggalan. Selain di Kampung Tengah, di Kota Rohwido, tersimpan patung Tuan Meninu yang menjadi bagian penting dalam perayaan prosesi Jumat Agung di Larantuka, Di Kota Sau ada patung Antonius Padua.


Di Gege, dalam kapela Nozsa Senhora tersimpan beberapa patung peninggalan. Raja Larantuka Raja Andre DVG II pada masanya punya perhatian akan penataan patung-patung di wilayah ini.     (Benjamin Tukan)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar