Dolo-dolo di depan Kapela Santa Ana Lebao, Usai Proses Sanjuan, (Foto : groupwa Sanjuanjabodetabek) |
JURNALTIMUR.COM,- Pesta rakyat warga tujuh kampung (nagi) di
Lebao Tengah -Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, berakhir dini hari,
Senin, (26/06/2017). Namun begitu, suasana pesta masih terasa hingga Senin
(26/06/2017) sore, saat peralatan pesta mulai dikembalikan, dan beberapa warga
masih melanjutkan kegiatan terakhir di lingkungan masing-masing.
Pesta rakyat. Warga setempat menyebutnya dengan Pesta San
Juan yang diambil dari nama Santo Yohanes Pemandi, pelindung paroki yang
menaungi umat tujuh kampung diantaranya, kampung Gege Wahihali, Lebao, Kampung
Tengah. Tabali, Riang Nyiur, Kota Sau dan Kota Rowidho.
Perayaan San Juan, dilaksanakan setiap tahun bertepatan
dengan perayaan kegerejaan 24 Juni 2017
yakni perayaan Santo Yohanes Permandi. Kali ini lantaran tanggal 24 Juni jatuh
pada hari Sabtu, maka perayaaan San Juan dilaksanakan keesokan harinya 26 Juni
setelah umat menyelesaikan misa hari Minggu.
Untuk tahun ini, perayaan San- Juan dirayakan bersamaan
dengan peringatan 65 tahun gereja Sanjuan. Dua minggu sebelum perayaan
San-Juan, umat paroki mengadakan berbagai kegiatan menyongsong perayaan HUT 65
tahun paroki. Salah satunya adalah mengadakan seminar tentang Keluarga dengan
mengusung tema, "Perkawinan : Jalan Menuju Persaudaraan Sejati".
Di luar kegiatan seminar, dirayakan berbagai perlombaan
seperti pop singer. tarik tambang, dan kuliner. Kendati dari segi persiapan
tergolong lebih meriah, kegiatan-kegiatan ini hanya melanjutkan dari kegiatan
yang selalu diadakan setiap perayaan San Juan tiba.
Prosesi San-Juan
Perayaan San Juan ditandai dengan prosesi keliling kampung
yakni membawa patung Yohanes Permandi mengelingi kampung untuk memberi
kesempata kepada umat melakukan penghormatan, berdoa dan memberi tempat khusus
bagi santo pelindung paroki.
Tujuh kampung memiliki armidanya sendiri-sendiri yang
disesuaikan dengan keberadaan kapela. Kapela tak sekedar bangunan tempat umat
berdoa, tapi kapela juga tempat seluruh aktivitas kerohanian dan kemasyarakan
yang terjadi dalam kampung itu. Suka-duka masyarakat dalam kampung, selalu
menjadikan kapela tempat berkumpul untuk berbagi dan merayakan.
Gereja San Juan Lebao
Dari kampung-kampung kecil, perayaan San-Juan bagai perayaan
yang menyatukan. Warga tujuh kampung ini dari sejarahnya adalah warga yang
memiliki jaringan kekeluargaan satu dengan yang lain. Melalui perayaan ini
hubungan itu pun terjalin kembali.
Setiap anak yang lahir dan dibesarkan dalam kampung-kampung
di wilayah ini, sejak kecil sudah diperkenalkan akan pesta rakyat ini. Saat
perayaan San Juan tiba, warga diberi kesempatan untuk melayani Tuhan dengan
mengambil tanggungjawab dalam urusan memperlancar jalannya prosesi.
Tak sampai di situ saja, perayaan ini mengajak setiap warga
dan umat di wilayah ini untuk mengenang dan berdoa untuk para leluhur, menjalin
kembali relasi persaudaraan karena konflik, dan bergembira bersama melalui perayaan makan bersama yang selalu diakhiri
dengan tarian dan dolo-dolo,
Perayaan San Juan telah menyatu dalam kehidupan anak-anak
dan warga serta umat San Juan. Kembali ke kampung untuk merayakan San Juan
jelas merupakan iktihar yang harus dipenuhi setiap tahun saat perayaan itu
berlangsung,
San Juan 2017
Sebagaimana tahun sebelumnya, setiap prosesi tentu harus
selalu dipersiapkan. Sejak Sabtu, (24/06/2017) warga tujuh kampung ini sudah
keluar rumah, bertemu di kapela untuk mempersiapkan perayaan prosesi. Armida
yang dilalui prosesi mulai dihiasi dan disediakan tempat khusus untuk meletakan
Patung Yohanes Pemandi.
Patung Sanjuan di Gereja San-Juan
Tak kurang dari penataan armada, di jalan-jalan prosesi juga
dipasang paku-paku bambu untuk meletakan lilin prosesi. Bagai kota yang
diterangi lilin, perayaan itu tak sekedar membawa ingatan pada tahun yang
terlewatkan, tapi lebih pada kesederhanaan, kekeluargaan, dan kekerabatan
penduduk wilayah ini.
Di luar kegiatan itu, persiapan koor, dan petugas ibadat tak
luput dari perhatian umat yang ada dalam kampung. Maklum ini perayaan kampung,
perayaan dalam kampung.Semua harus ambil bagian.
Saat prosesi tiba, wilayah tujuh kampung ini, diterangi
lampu-lampu lilin dan jalanan dipenuhi dengan hilir mudik orang yang hendak
berurusan dengan perayaan. Dengan berjalan kaki, warga pergi ke
kampung-kampung, bertemu sanak famili, berceritra sambil mencicipi hidangan
yang tersedia. Usai misa di Gereja prosesi dimulai.
Minggu malam, (26/06/2017), jalanan yang dilalui prosesi
ditutup sementara dari kendaraan yang lalu lalang. Suasana terasa begitu
syahdu, walau kegembiraan tak bisa ditutupi.
Umat dan warga yang berjalan kaki dari satu kampung ke
kampung lain menjadi pemandangan tersendiri malam itu. Semenara pintu-pintu
rumah penduduk dibiarkan terbuka menanti siapa saja yang datang untuk bertamu.
Begitu menyatunya warga tujuh kampung ini terlihat malam
itu, saat perayaan San Juan menjadi tugas bersama untuk mensukseskan.
Akhir perayaan, umat kembali ke kampungnya masing-masing.
Masih dalam rangkaian perayaan, umat melanjutkan tradisi yang dirayakan dalam
kampung itu. Malam berakhir dengan
dolo-dolo dan makan bersama. Usai perayaan masih ada lagi perayaan yakni
"serah punto dama" atau penyerahan lilin yang menandai penyerahan tugas untuk tahun
berikutnya.
Awal Mula
San Juan- menjadi pesta rakyat sekaligus pesta iman yang berhubungan dengan
perayaan Hari Yohanes Pembatis pelindung gereja. Umat tujuh kampung memang merupakan
warga yang punya hubungan kekeluargaan yang sangat dekat.
Di wilayah ini, awalnya terdapat sebuah korke (pusat ritual
kepercayaan asli). Tempatnya di Pusi Goa, lingkungan Lebao sekarang ini. Pada
suatu masa terjadi gelombang imigrasi ke wilayah ini. Orang-orang yang tinggal
di pesisir pantai, membentuk perkampungan yang dikenal dengan nama Kampung
Tengah dan Kampung Kota (Kota Sau dan Kota Rowidho).
Proses kawin mawin membawa perkembangan yang luar biasa
dalam membentuk tujuh kampung di wilayah ini. Sebelum menjadi paroki, tujuh
kampung ini menjadi satu stasi dari paroki Reinha Rosari Larantuka. Bahkan
dahulu kala, stasi ini pernah menjadi bagian wilayah paroki Ignatius Waibalun,
dan mendapat pelayanan iman dari Wureh, kampung seberang di pulau Adonara.
Pada tanggal 24 Juni 1903 merupakan awal dari prosesi San
Juan. Prosesi ini hanya berlangsung di seputaran kapela. Baru pada tahun 1913,
atas kesepakatan umat Kampung Tengah dan Kota Sau, jalannya prosesi berlangsung
hingga Kota Sau.
Pada tahun 1936, Pater Eben SVD, bersama Bapak Sandore Baon
mulai menggerakan umat untuk mulai pembangunan gereja. Kurang lebih 120 kepala
keluarga bahu membahu membangun gereja. Pada 1938 gereja selesai dibangun dan
diresmikan.
Setelah gereja diresmikan, Pater Eben mengadakan prosesi
Sakramen Maha Kudus bersamaan dengan prosesi San Juan yang membawa Patung
Yohanes Pemandi. Rute Prosesi menyinggahi lima armida yakni, Armida Kampung
Tengah, Lebao, Riang Nyiur, Tabali dan Kota Sau.
Saat pengresmian, sudah mulai diadakan upacara "Tukar
Rengki" atau saling menukarkan persembahan makanan diantara warga
kampung. Gereja Lebao Tengah baru resmi
menjadi paroki tahun 1951 dengan pastor paroki yang pertama P. Yan Van Asten, SVD.
Di Paroki ini ada dua Patung Yohanes Pembabtis. Patung
Yohanes Pembatis yang tersimpan di gereja adalah patung pelindung paroki. Tapi
satunya lagi ada di Kapela Kampung Tengah.
Kisah Patung Yohanes Pembatis di Kampung Tengah umumnya sama
dengan beberapa Patung peninggalan Portugis yang ada di Larantuka, yakni
terbawa hanyut dan terdampar di pantai wilayah Larantuka.
Menurut ceritra, Patung Yohanes Pemandi ditemukan di pantai
di Kampung Tengah, yang kemudian menjadi milik Dominggo Fernandez dan Djuan
Labina. Patung ini menjadi patung kramat, sama seperti patung-patung lain yang
ada di kapela dalam wilayah tujuh kampung.
Kendati perayaan ini tak semeriah perayaan prosesi Jumat Agung
di Larantuka, Konga dan Wureh, dari sejarah dan tradisi sebenarnya perayaan ini
dapat disejajarkan dengan perayaan tradisi keagamaan lain yang ada di wilayah
ini.
Dari segi patung-patung peninggalan tempo dulu,
kapela-kapela yang ada di Paroki San Juan menyimpan juga berbagai patung
peninggalan. Selain di Kampung Tengah, di Kota Rohwido, tersimpan patung Tuan
Meninu yang menjadi bagian penting dalam perayaan prosesi Jumat Agung di
Larantuka, Di Kota Sau ada patung Antonius Padua.
Di Gege, dalam kapela Nozsa Senhora tersimpan beberapa
patung peninggalan. Raja Larantuka Raja Andre DVG II pada masanya punya
perhatian akan penataan patung-patung di wilayah ini. (Benjamin Tukan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar