Rabu, 30 Mei 2018

Munsi II : Sastra Sebagai Penjaga Kebhinekaan Indonesia


Penulis : Benjamin Tukan

JURNALTIMUR.COM,-  Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) ke-II dua yang menghimpun sastrawan dan pegiat sastra dari seluruh ini Indonesia berlangsung meriah dan penuh antusias. Kali ini para sastrawan dan pegiat sastra yang bertemu khusus membicarakan sastra sebagai penjaga kebhinekaan Indonesia.


Munsi ke-II ini berlangsung di Jakarta Selasa hingga Kamis, 18-20 Juli 2017. Munsi ke-I diselenggarakan tahun lalu pada bulan Oktober 2016. Sementara penyelenggara kegiatan ini yakni 
Badan  Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Sebagai salah satu lembaga pemerintah yang peduli pada kehidupan dan perkembangan sastra Indonesia,Badan Bahasa memiliki tanggungjawab untuk mendukung kemajuan sastra Indonesia. Dengan kegiatan ini, para sastrawan dapat  bertemu dan bertukar pikiran mengenai masalah kesusastraan.


 Kegiatan  yang dibuka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy ini bertujuan untuk menyediakan wadah untuk berdiskusi, berkarya, berbagi informasi dan bersilaturahmi antara sastrawan dan pegiat sastra.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, Kepala Badan Bahasa Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum saat pembukaan Munsi II (Foto : Ben/JurnalTimur)


Dalam musyawarah para sastrawan ini diisi dengan beberapa kegiatan yakni, ceramah kesusastraan yang terdiri atas tiga panel, diskusi kelompok, dan pentas sastra. Hasil dari ceramah sastra dan diskusi kelompok akan menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah. Pada kesempatan ini juga diluncurukan Buku Antologi Sastra Munsi: Antologi Puisi, Cerpen dan Esai Klasik, serta Antologi Puisi Sastrawan Munsi I.


Tema Munsi ke-II yakni "Sastra sebagai Penjaga Kebhinekaan Indonesia",  dipilih untuk mengingatkan kembali bahwa melalui sastra masih dapat dirajut kebersamaan tanpa saling menafikan. Demikian juga keberagaam budaya, bahasa dan sastra Indonesia adalah modal bersama sebagai bangsa, bukan sebagai pemisah sebagaimana mencuat akhir-akhir ini.


Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini diantaranya,  karya sastra Indonesia yang berkualitas, karya sastra Indonesia sebagai bahan bacaan masyarakat di negeri sendiri; terjemahan karya sastra Indonesia ke berbagai bahasa asing; karya sastra Indonesia tersebar ke kancah internasional dan karya sastra Indonesia sebagai pengingat dan pengikat keberagaaman etnik Indonesia.


Peserta kegiatan ini berjumlah 180 orang yang terdiri dari sastrawan hasil seleksi karya, sastrawan penyumbang puisi dalam Antologi Puisi Munsi 2016; dan undangan; pelaksana program Sastrawan Berkarya di Daerah 3 T, Pemenang Penghargaan Badan Bahasa dan pegiat sastra.


Para pembicara yang tampil dalam tiga hari kegiatan ini diantaranya, Ignas Kleden, Janet De Neefe, Radhar Panca Dahana, Suminto A. Sayuti, Abdul Hadi WM, Rusli Marzuki Saria, Riris K. Toha Sarumpaet, Seno Gumira Adjidarma dan Akhmad Sahal.


Ignas Kleden, Janet De Neefe dan Radhar Panca Dahana telah menjadi narasumber dalam Panel Diskusi I dengan tema "Sastra dan Kebhinekaan" yang berlangsung hari pertama kegiatan musyawarah, Selasa (18/7/2017).


Sementara dalam kesempatan dialog Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dengan para sastrawan dan pegiat sastra Munsi ke II yang berlangsung  Selasa (18/07/2017) sore, muncul berbagai saran dari peserta dalam rangka memajukan kesusatraan daerah.


 Para pesera menyarankan agar Pemerintah Daerah dapat mefasilitasi sastrawan dan penulis daerah terutama berkenaan dengan karya sastra yang telah dibukukan untuk masuk ke sekolah-sekolah dan menjadi bacaan para siswa. Tak sekadar buku, para sastrawan pun diharapkan dapat menghidupkan sastra masuk sekolah.


Mendikbud yang mengaku hadir untuk menerima masukan dan saran para peserta Munsi ke II, menyetujui saran yang disampaikan peserta.  Mendikbud meminta agar kantor dan badan Bahasa di daerah dapat memfasilitasi program sastrawan masuk sekolah dan kampus. (*)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar