Penulis : Benjamin Tukan
JURNALTIMUR.COM,-
Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) ke-II dua yang
menghimpun sastrawan dan pegiat sastra dari seluruh ini Indonesia berlangsung
meriah dan penuh antusias. Kali ini para sastrawan dan pegiat sastra yang
bertemu khusus membicarakan sastra sebagai penjaga kebhinekaan Indonesia.
Munsi ke-II ini berlangsung di Jakarta Selasa hingga Kamis,
18-20 Juli 2017. Munsi ke-I diselenggarakan tahun lalu pada bulan Oktober 2016.
Sementara penyelenggara kegiatan ini yakni
Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagai salah satu lembaga pemerintah yang peduli pada
kehidupan dan perkembangan sastra Indonesia,Badan Bahasa memiliki tanggungjawab
untuk mendukung kemajuan sastra Indonesia. Dengan kegiatan ini, para sastrawan
dapat bertemu dan bertukar pikiran
mengenai masalah kesusastraan.
Kegiatan yang dibuka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Muhadjir Effendy ini bertujuan untuk menyediakan wadah untuk berdiskusi,
berkarya, berbagi informasi dan bersilaturahmi antara sastrawan dan pegiat
sastra.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir
Effendy, Kepala Badan Bahasa Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum saat pembukaan
Munsi II (Foto : Ben/JurnalTimur)
Dalam musyawarah para sastrawan ini diisi dengan beberapa
kegiatan yakni, ceramah kesusastraan yang terdiri atas tiga panel, diskusi
kelompok, dan pentas sastra. Hasil dari ceramah sastra dan diskusi kelompok
akan menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah. Pada kesempatan ini juga
diluncurukan Buku Antologi Sastra Munsi: Antologi Puisi, Cerpen dan Esai
Klasik, serta Antologi Puisi Sastrawan Munsi I.
Tema Munsi ke-II yakni "Sastra sebagai Penjaga
Kebhinekaan Indonesia", dipilih
untuk mengingatkan kembali bahwa melalui sastra masih dapat dirajut kebersamaan
tanpa saling menafikan. Demikian juga keberagaam budaya, bahasa dan sastra
Indonesia adalah modal bersama sebagai bangsa, bukan sebagai pemisah
sebagaimana mencuat akhir-akhir ini.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini diantaranya, karya sastra Indonesia yang berkualitas,
karya sastra Indonesia sebagai bahan bacaan masyarakat di negeri sendiri;
terjemahan karya sastra Indonesia ke berbagai bahasa asing; karya sastra
Indonesia tersebar ke kancah internasional dan karya sastra Indonesia sebagai
pengingat dan pengikat keberagaaman etnik Indonesia.
Peserta kegiatan ini berjumlah 180 orang yang terdiri dari
sastrawan hasil seleksi karya, sastrawan penyumbang puisi dalam Antologi Puisi
Munsi 2016; dan undangan; pelaksana program Sastrawan Berkarya di Daerah 3 T,
Pemenang Penghargaan Badan Bahasa dan pegiat sastra.
Para pembicara yang tampil dalam tiga hari kegiatan ini
diantaranya, Ignas Kleden, Janet De Neefe, Radhar Panca Dahana, Suminto A.
Sayuti, Abdul Hadi WM, Rusli Marzuki Saria, Riris K. Toha Sarumpaet, Seno
Gumira Adjidarma dan Akhmad Sahal.
Ignas Kleden, Janet De Neefe dan Radhar Panca Dahana telah
menjadi narasumber dalam Panel Diskusi I dengan tema "Sastra dan
Kebhinekaan" yang berlangsung hari pertama kegiatan musyawarah, Selasa
(18/7/2017).
Sementara dalam kesempatan dialog Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dengan para sastrawan dan pegiat sastra
Munsi ke II yang berlangsung Selasa
(18/07/2017) sore, muncul berbagai saran dari peserta dalam rangka memajukan
kesusatraan daerah.
Para pesera
menyarankan agar Pemerintah Daerah dapat mefasilitasi sastrawan dan penulis
daerah terutama berkenaan dengan karya sastra yang telah dibukukan untuk masuk
ke sekolah-sekolah dan menjadi bacaan para siswa. Tak sekadar buku, para
sastrawan pun diharapkan dapat menghidupkan sastra masuk sekolah.
Mendikbud yang mengaku hadir untuk menerima masukan dan
saran para peserta Munsi ke II, menyetujui saran yang disampaikan peserta. Mendikbud meminta agar kantor dan badan
Bahasa di daerah dapat memfasilitasi program sastrawan masuk sekolah dan
kampus. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar