Anton Enga Tifaona |
JURNALTIMUR.COM,- Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona
telah kembali ke rumah Bapa di Surga, Minggu 15 Oktober 2017 jam 00.30 dalam usia 83 tahun. Rencana pemakaman akan
berlangsung pagi ini Senin, 16 Oktober
2017 di TPU Menteng Pulo.
Kabar meninggalnya Brigjen Anton Tifaona, begitu cepat
beredar luas. Tak sekedar sebuah info yang ditulis di dinding media sosial,
tulisan dari ucapan belasungkawa yang disebarkan, sungguh menggambarkan
pengenalan yang begitu dekat dan kekaguman yang luar akan sosok almarhum Anton
Enga Tifaona.
Anton Enga Tifaona (1934-2017)
Tak bedanya dengan
kabar yang disimak dari info-info di media sosial, di rumahnya Brigjen Anton
Tifaona di Tebet –Jakarta Selatan,
tempat almarhum disemayamkan, suasana begitu ramai penuh sukacita. Orang-orang
yang datang dan pergi hanya ingin agar sedapat mungkin menemui jasad untuk
memberi penghormatan terakhir.
Begitu banyak
karangan bunga yang dikirimkan ke alamat rumah jalan Kebon Baru III/2 ini.
Jejeran karangan bunga yang terlihat sangat banyak itu, datang dari para
sahabatnya dan kenalan juga dari perwira-perwira Polri yang kini sedang
menjabat. Dari Kapolres hingga Mabes Polri, ucapan turut berdukacita
dilayangkan bagi keluarga.
Bapa Anton Tifaona, demikian almarhum selalu disapa, adalah
seorang purnawirawan polisi berpangkat Brigjen. Selama karir di kepolisian,
Bapa Anton telah menduduki beberapa jabatan penting diantaranya, Irpolda Jawa Timur (1985), Kapolda Maluku
(1985-1986), Kapolda Sulawesi Tenggara ((1986-1988), dan Wakapolda Jawa Barat
(1988-1989).
Bapa Anton sebelum ditugaskan pemimpin di lingkungan
Polda, masa-masa awal karirnya dilalui di Kupang, dan Flores, Kalimantan dan
Timor-Timur serta sempat beberapa waktu di Jakarta sebagai Asisten Operasi
Kapolri dan Asisten Sapu Jagat.
Semua jabatan dan prestasi yang diembannya tidak banyak
orang yang tahu. Sosok yang sederhana, tegas, prinsipil, serta lugas dan rendah
hati ini jarang menonjolkan jabatan-jabatan itu, kecuali menceritakan
perbuatannya yang penting dari perjalanan karirnya. Justru yang menonjol adalah
pangkat Brigjen yang selalu melekat dengan namanya.
Barangkali menyebut
Brigjen Anton Tifaona jauh lebih bermakna dan merangkum semua perjalanan sosok
ini, ketimbang hanya mengenal prestasi
dan jabatannya di kepolisian.
Sudah pasti pangkat Jenderal yang disandangnya menunjukan
sosoknya yang perlu diperhitungkan. Di luar itu, pangkat jendral yang
disandangnya menunjukkan bahwa hanya orang-orang tertentu saja termasuk dari
daerah asalnya Nusa Tenggara Timur yang bisa mendapatkan jabatan dan pangkat
itu.
Lahir di Imulolon, Lembata-Nusa Tenggara Timur, 21 Agustus
1934, Bapa Anton menjalani pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Lamalera
-Lembata, Standard School di
Larantuka-Flores, SMP Seminari Todabelu Flores, SMA Syuradikara Ende-Flores, Sekolah
Polisi Negara (SPN) Sukabumi, dan terakhir di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
(PTIK) Jakarta. Di luar itu, Bapa Anton juga mengikuti pendidikan di Sesko ABRI
Bagian Udara, Manajemen Hankam, Senior Officer Course dan Manggala BP.7.
Menelusuri sejarah singkat hidupnya, baik sejak keluar dari
Imulolon Lembata untuk mendapatkan pendidikan yang baik, hal yang selalu
melekat padanya adalah jiwa pemimpin dan sikap bertanggung jawab baik bagi
dirinya sendiri, keluarga, tanah kelahirannya, masyarakat Flores dan Nusa
Tenggara hingga masyarakat dimana ia pernah berkarya.
Di setiap tempat tugasnya, ia tidak hanya mengurusi hal yang
berhubungan dengan kepolisan, tapi juga hadir di tengah masyarakat . Suka duka
masyarakat adalah suka dukanya, kegembiraan masyarakat adalah kegembiraanya
juga.
Bapa Anton sangat peduli dengan masalah. Sekecil dan sebesar
apapun persoalan yang membutuhkan dirinya ia selalu berusaha untuk hadir dan
menyelesaikannya. Jangan kan berelasi
dengan sesama perwira Polri, "orang-orang besar" di Jakarta, dengan calon mahasiswa yang baru tiba di
Jakarta pun, Bapa Anton selalu menyiapkan waktu.
Rumahnya terbuka untuk siapa saja,, kantornya pun demikian.
Tidak ada telpon yang tidak ia ladenin. Kalau pun sibuk, ia akan menelpon
kembali. Begitu pun dengan undangan untuk menghadiri acara, tidak ada yang ia abaikan. Kepanitian-kepantian yang
terbentuk, kalaupun itu demi banyak orangnya, ia selalu menyanggupi untuk
terlibat. Ia tahu kehadirannya sungguh
dibutuhkan.
Di luar tugas kepolisian, semasa hidupnya almarhum menjabat
Ketua Bidang Humas Ikatan Sarjana Ilmu Kepolisian, Anggota Forum Komunikasi
Purnawirawan TNI dan Polri, Ketua Umum Forum Pengkajian dan Pembentukan
Provinsi Flores, Penasehat Ikatan Alumni Syuradikara, Jakarta dan berbagai
organsiasi keluarga, POKJATAP & Pakar di D Dewan Ketahanan Nasional, Senior
Advisor Bidang Keamanan di berbagai instansi, Sekretaris Dewan Pertimbangan
Yayasan Jati Diri Bangsa, Ketua Dewan Pembina Yayasan Lamaholot Gelekat Tuan
Ma, dan Dewan Penasehat Yayasan Mgr. Gabriel Manek.
Kesanggupan almarhum dalam membangun relasi personal dengan
siapa saja ini membuatnya sangat dikagumi melebih prestasinya di kepolisian.
Dalam berbicara dengannya, ia selalu antusias, ceria dan penuh optimism. Ia
hadir di setiap kesempatan tidak hanya membawakan pikiran-pikirannya untuk
didiskusikan, melainkan menunjukkan kehangatan termasuk rasa tanggungjawab
untuk memelihara setiap gagasan-gagasan baik.
Bapa Anton ibarat cahaya yang tak hanya menerangi, tapi juga
menunjukkan arah kemana langkah dibawa.Karenanya, ia memang pantas ditokohkan
terlebih oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Bahkan, ia pun menjadi sosok yang
dibanggakan oleh masyarakatnya juga yuniornya di kepolisian.
Suami dari Veronika Wilhelmina Nyo ini, memiliki kepedulian sosial yang begitu tinggi
terutama terhadapa kondisi pemerintahan dan birokrasi di NTT, masalah kesehatan
dan pendidikan, juga kepedulian pada masa depan generasi muda.Banyak hal sudah
diperbuatnya.
Sekarang Bapa Anton sudah meninggalkan kawanannya dan pergi
menemui Bapa di Surga. Kepolisian tempat ia bekerja sebagai Abdi Negara tentu
melepaskan kepergiannya dengan penuh hormat.
Tapi untuk masyarakat Flores dan Nusa Tanggera Timur, sosok
Bapa Anton Enga Tifaona memang tidak tergantikan. Tidak mudah mendapatkan orang
yang begitu aktif, hangat, mengenal dan mengerti masyarakatnya.
Tapi semua itu sepertinya sudah disadari Bapa Anton Enga
Tifaona. Tiga empat tahun belakangan ini, ia benar-benar memberikan jalan bagi
peralihan generasi. Ia lebih memilih berada di rumah ataupun pergi ke tempat
acara dan memilih duduk di kursi paling belakang. Ia membiarkan generasi baru
merayakan zamannya.
Ia benar menikmati masa tuanya, sambil membuat peralihan
dengan begitu sempurna. Ceritra-ceritra kecil yang selalu datang padanya selalu
membuatnya tersenyum. Ia tentu berbangga, anak didiknya , dan juga siapa saja
yang pernah datang kepadanya untuk berdiskusi, kini menjadi orang penting
sekurang-kurangnya di tempat tugas masing-masing.
Selamat Jalan Bapa Anton. Terima kasih atas segala perbuatan
yang baik.
Benjamin Tukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar