Rabu, 30 Mei 2018

In Memoriam Brigjen Polisi Anton Enga Tifaona, "Dedikasi Hingga Akhir Hayat"

Anton Enga Tifaona

JURNALTIMUR.COM,- Brigjen Pol (Purn) Anton Enga Tifaona telah kembali ke rumah Bapa di Surga, Minggu 15 Oktober 2017 jam 00.30  dalam usia 83 tahun. Rencana pemakaman akan berlangsung pagi ini  Senin, 16 Oktober 2017 di TPU Menteng Pulo.

  
Kabar meninggalnya Brigjen Anton Tifaona, begitu cepat beredar luas. Tak sekedar sebuah info yang ditulis di dinding media sosial, tulisan dari ucapan belasungkawa yang disebarkan, sungguh menggambarkan pengenalan yang begitu dekat dan kekaguman yang luar akan sosok almarhum Anton Enga Tifaona.



Anton Enga Tifaona (1934-2017)
 Tak bedanya dengan kabar yang disimak dari info-info di media sosial, di rumahnya Brigjen Anton Tifaona di Tebet –Jakarta  Selatan, tempat almarhum disemayamkan, suasana begitu ramai penuh sukacita. Orang-orang yang datang dan pergi hanya ingin agar sedapat mungkin menemui jasad untuk memberi penghormatan terakhir.

 
 Begitu banyak karangan bunga yang dikirimkan ke alamat rumah jalan Kebon Baru III/2 ini. Jejeran karangan bunga yang terlihat sangat banyak itu, datang dari para sahabatnya dan kenalan juga dari perwira-perwira Polri yang kini sedang menjabat. Dari Kapolres hingga Mabes Polri, ucapan turut berdukacita dilayangkan bagi keluarga.


  
Bapa Anton Tifaona, demikian almarhum selalu disapa, adalah seorang purnawirawan polisi berpangkat Brigjen. Selama karir di kepolisian, Bapa Anton telah menduduki beberapa jabatan penting diantaranya,  Irpolda Jawa Timur (1985), Kapolda Maluku (1985-1986), Kapolda Sulawesi Tenggara ((1986-1988), dan Wakapolda Jawa Barat (1988-1989).


 Bapa Anton  sebelum ditugaskan pemimpin di lingkungan Polda, masa-masa awal karirnya dilalui di Kupang, dan Flores, Kalimantan dan Timor-Timur serta sempat beberapa waktu di Jakarta sebagai Asisten Operasi Kapolri dan Asisten Sapu Jagat.

 
Semua jabatan dan prestasi yang diembannya tidak banyak orang yang tahu. Sosok yang sederhana, tegas, prinsipil, serta lugas dan rendah hati ini jarang menonjolkan jabatan-jabatan itu, kecuali menceritakan perbuatannya yang penting dari perjalanan karirnya. Justru yang menonjol adalah pangkat Brigjen yang selalu melekat dengan namanya.


 Barangkali menyebut Brigjen Anton Tifaona jauh lebih bermakna dan merangkum semua perjalanan sosok ini, ketimbang hanya  mengenal prestasi dan jabatannya di kepolisian.


Sudah pasti pangkat Jenderal yang disandangnya menunjukan sosoknya yang perlu diperhitungkan. Di luar itu, pangkat jendral yang disandangnya menunjukkan bahwa hanya orang-orang tertentu saja termasuk dari daerah asalnya Nusa Tenggara Timur yang bisa mendapatkan jabatan dan pangkat itu.


Lahir di Imulolon, Lembata-Nusa Tenggara Timur, 21 Agustus 1934, Bapa Anton menjalani pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Lamalera -Lembata,  Standard School di Larantuka-Flores, SMP Seminari Todabelu Flores, SMA Syuradikara Ende-Flores, Sekolah Polisi Negara (SPN) Sukabumi, dan terakhir di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta. Di luar itu, Bapa Anton juga mengikuti pendidikan di Sesko ABRI Bagian Udara, Manajemen Hankam, Senior Officer Course dan Manggala BP.7.


Menelusuri sejarah singkat hidupnya, baik sejak keluar dari Imulolon Lembata untuk mendapatkan pendidikan yang baik, hal yang selalu melekat padanya adalah jiwa pemimpin dan sikap bertanggung jawab baik bagi dirinya sendiri, keluarga, tanah kelahirannya, masyarakat Flores dan Nusa Tenggara hingga masyarakat dimana ia pernah berkarya.


Di setiap tempat tugasnya, ia tidak hanya mengurusi hal yang berhubungan dengan kepolisan, tapi juga hadir di tengah masyarakat . Suka duka masyarakat adalah suka dukanya, kegembiraan masyarakat adalah kegembiraanya juga.


Bapa Anton sangat peduli dengan masalah. Sekecil dan sebesar apapun persoalan yang membutuhkan dirinya ia selalu berusaha untuk hadir dan menyelesaikannya.  Jangan kan berelasi dengan sesama perwira Polri, "orang-orang besar" di Jakarta,  dengan calon mahasiswa yang baru tiba di Jakarta pun, Bapa Anton selalu menyiapkan waktu.

Rumahnya terbuka untuk siapa saja,, kantornya pun demikian. Tidak ada telpon yang tidak ia ladenin. Kalau pun sibuk, ia akan menelpon kembali. Begitu pun dengan undangan untuk menghadiri acara, tidak ada yang  ia abaikan. Kepanitian-kepantian yang terbentuk, kalaupun itu demi banyak orangnya, ia selalu menyanggupi untuk terlibat.  Ia tahu kehadirannya sungguh dibutuhkan.


Di luar tugas kepolisian, semasa hidupnya almarhum menjabat Ketua Bidang Humas Ikatan Sarjana Ilmu Kepolisian, Anggota Forum Komunikasi Purnawirawan TNI dan Polri, Ketua Umum Forum Pengkajian dan Pembentukan Provinsi Flores, Penasehat Ikatan Alumni Syuradikara, Jakarta dan berbagai organsiasi keluarga, POKJATAP & Pakar di D Dewan Ketahanan Nasional, Senior Advisor Bidang Keamanan di berbagai instansi, Sekretaris Dewan Pertimbangan Yayasan Jati Diri Bangsa, Ketua Dewan Pembina Yayasan Lamaholot Gelekat Tuan Ma, dan Dewan Penasehat Yayasan Mgr. Gabriel Manek.


Kesanggupan almarhum dalam membangun relasi personal dengan siapa saja ini membuatnya sangat dikagumi melebih prestasinya di kepolisian. Dalam berbicara dengannya, ia selalu antusias, ceria dan penuh optimism. Ia hadir di setiap kesempatan tidak hanya membawakan pikiran-pikirannya untuk didiskusikan, melainkan menunjukkan kehangatan termasuk rasa tanggungjawab untuk memelihara setiap gagasan-gagasan baik.

Bapa Anton ibarat cahaya yang tak hanya menerangi, tapi juga menunjukkan arah kemana langkah dibawa.Karenanya, ia memang pantas ditokohkan terlebih oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Bahkan, ia pun menjadi sosok yang dibanggakan oleh masyarakatnya juga yuniornya di kepolisian.


Suami dari Veronika Wilhelmina Nyo ini,  memiliki kepedulian sosial yang begitu tinggi terutama terhadapa kondisi pemerintahan dan birokrasi di NTT, masalah kesehatan dan pendidikan, juga kepedulian pada masa depan generasi muda.Banyak hal sudah diperbuatnya.


Sekarang Bapa Anton sudah meninggalkan kawanannya dan pergi menemui Bapa di Surga. Kepolisian tempat ia bekerja sebagai Abdi Negara tentu melepaskan kepergiannya dengan penuh hormat.

Tapi untuk masyarakat Flores dan Nusa Tanggera Timur, sosok Bapa Anton Enga Tifaona memang tidak tergantikan. Tidak mudah mendapatkan orang yang begitu aktif, hangat, mengenal dan mengerti masyarakatnya.


Tapi semua itu sepertinya sudah disadari Bapa Anton Enga Tifaona. Tiga empat tahun belakangan ini, ia benar-benar memberikan jalan bagi peralihan generasi. Ia lebih memilih berada di rumah ataupun pergi ke tempat acara dan memilih duduk di kursi paling belakang. Ia membiarkan generasi baru merayakan zamannya.


Ia benar menikmati masa tuanya, sambil membuat peralihan dengan begitu sempurna. Ceritra-ceritra kecil yang selalu datang padanya selalu membuatnya tersenyum. Ia tentu berbangga, anak didiknya , dan juga siapa saja yang pernah datang kepadanya untuk berdiskusi, kini menjadi orang penting sekurang-kurangnya di tempat tugas masing-masing.

Selamat Jalan Bapa Anton. Terima kasih atas segala perbuatan yang baik.



Benjamin Tukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar