Rabu, 30 Mei 2018

Lembata Bercerita : Diperlukan Buku Tentang Sejarah Perjuangan Otonomi Lembata

JURNALTIMUR.COM,- Kabupaten Lembata memiliki keunikan dalam memperjuangkan pemekaran menjadi kabupaten. Jauh sebelum terjadinya  pemekaran provinsi dan kabupaten di wilayah Indonesia, pada tahun 1954 masyarakat Lembata sudah mendeklarasikan otonomi untuk menjadi kabupaten sendiri.


Namun demikian, keunikan yang dimiliki Lembata ini dalam perjalanan kabupatennya sejak pemekaran dari kabupaten Flores Timur tahun 1999, tidak banyak memberikan perhatian pada sejarah perjuangan otonomi Lembata termasuk cita-cita yang pernah dirumuskan para pendahulu sepanjang sejarah perjuangan otonomi Lembata.  Akibatnya banyak generasi  Lembata yang tidak tahu sejarah, bahkan Lembata terancam tidak memiliki keunikan dibandingkan kabupaten dan wilayah lain.


Untuk mendorong hal itu, diperlukan adanya berbagai upaya termasuk membangun monumen 7 Maret, memberi nama jalan dengan nama-nama pejuang otonomi Lembata, dan penerbitan buku sejarah Lembata yang bisa dijadikan muatan lokal dalam pendidikan di sekolah.


Pendapat ini mengemuka dalam diskusi yang digelar Keluarga Besar Mahasiswa Pemuda Lembata Jabodetabek (Kemadabaja), di Tugu Proklamasi – Matraman Jakarta, Sabtu 11 November 2017. Diskusi menghadirkan nara sumber, sejahrawan Thomas Ata Ladjar dan Politisi Muda Partai Golkar Viktus Murin ini dihadiri hampir 50 peserta dari kalangan mahasiswa.


Thomas Ata Ladjar dalam paparannya menguraikan dengan sangat detail sejarah masyarakat Lembata sejak dari jaman pra sejarah hingga jaman reformasi saat ini. Sementara Viktus Murin sebagai mantan Aktivis Mahasiswa  yang sangat dikenal, juga terlibat dalam beberapa kegiatan politik memaparkan tentang peran dan kedudukan mahasiswa sebagai agen perubahan dalam masyarakat.


Hampir 23 bagian sejarah Lembata yang diuraikan Thomas Ata Ladjar, penulis beberapa buku sejarah termasuk sejarah Jakarta ini. Pembabakan sejarah Lembata yang diuraikan Thomas Ata Ladjar meliputi saman pra sejarah, masuknya Agama-agama Wahyu, jejak kolonial di Lembata, periode dua kerajaan Islam di Lembata, sejarah pendidikan, sejarah kebencanaan,  perjuangan otonomi Lembata, dan sejarah kebudayaan dan masyarakat Lembata .


Menurut Thomas Ata Ladjar, pengetahuan akan sejarah Lembata penting artinya untuk generasi saat ini dalam membangun Lembata ke depan. Sayangnya, kata Thomas pemerintah belum memberikan perhatian serius akan penerbitan-buku-buku tentang sejarah Lembata,


“Sebenarnya ada buku yang pernah diterbitkan, tetapi buku itu tidak lengkap dan masih dipenuhi dengan berbagai kutipan dengan sumber yang tidak jelas,” kata Thomas.


Dia mengatakan, saat ini kabupaten Lembata menamakan dirinya sebagai kabupaten Literasi, namun pada gilirannya kabupaten ini pun harus bisa menulis dan memberi perhatian pada sejarahnya sendiri, termasuk kegunaan praktis menjadi materi muatan lokal.


Dalam kesempatan itu, mantan wartawan dan salah satu penulis eksiklopedi Indonesia ini, memotivasi mahasiswa untuk berlatih menulis  dan mulai mempelajari sejarah agar dapat mempersiapkan masa depan yang lebih baik.


Sementara itu, Viktus Murin dalam paparannya mengingatkan mahasiswa tentang idealisme perjuangan mahasiswa yang tidak boleh terkooptasi dengan kepentingan politik apapun. Viktus menyadari bahwa banyak mahasiswa merupakan putra dari para birokrat dan politisi di Lembata, tapi hal itu tidak boleh menjadi beban dalam menyuarakan idealisme.


Sebagai mantan Sekjen GMNI di level nasional, uraian Viktus menukik pada kemampuan-kemampuan praktis yang harus dimiliki para mahasiswa. Selain kesediaan untuk berkolaborasi dan berjejaringan, kata Viktus, para mahasiswa juga perlu mengetahui berbagai regulasi yang ada sehingga program kerja lebih terarah. Para mahasiswa pun katanya, harus memastikan logistik dalam berorganisasi yang diperoleh dari dukungan masyarakat.

Mahasiswa Lembata foto bersama di Tugu Proklamasi usai diskusi

 Dalam hubungan dengan sejarah, Viktus yang juga mantan wartawan ini mengharapkan agar mahasiswa terlibat mendorong pemerintah untuk memberi  nama jalan di Lembata dengan nama-nama tokoh pejuang otonomi Lembata dan perlu membangun tugu peringatan pejuang otonomi Lembata.

“Siapaun yang ke Lembata pasti akan tersesat karena banyaknya jalan di Lembata yang tidak punya nama. Perlu memberi nama jalan itu dan nama-nama itu bisa diambil dari nama para pejuang Otonomi Lembata,” kata Viktus.


Ketua Umum Kemadabaja  Choky Askar Ratulela tuan rumah penyelenggaraan diskusi  mengharapkan agar  anak muda jangan sampai melupakan sejarah. Choki juga memberikan apresiasi atas kehadiran dua narasumber yang baginya sangat memberi informasi yang memadai tentang sejarah Lembata.


“Kita sebagai anak muda jangan menolak lupa pada sejarah. Sejarah merupakan identitas kita, dimana dari sanalah kita berasal,”kata Choky.


Sekertaris Umum Kemadabaja Efensianus D Jawang  berkomentar bahwa diskusi kecil ini  sangat menarik dan dirinya bisa dapat lebih mengetahui sejarah Lembata.


“Baru sekarang saya mengerti tentang sejarah otonomi Lembata. Mudah-mudahan ke depan ada buku dan terbitan yang memuat sejarah perjuangan otonomi Lembata, “ harapnya.


Choky di akhir diskusi menekan tiga hal yang akan dilakukan mahasiswa Lembata yakni, mengusulkan kepada Pemerintah Daerah Lembata agar menentukan nama nama pejuang Lembata pada  setiap sudut jalan di Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata,  dan selanjutnya pada tingkat Kecamatan Desa.



Kemuadian yang kedua, membangun tugu Statement 7 Maret sebagai monumen simbol sejarah persatuan Rakyat Lembata. Yang terakhir, kurikulum muatan lokal sekolah dasar sampai sekolah menengah atas harus ada sehingga putra/i daerah lebih paham akan sejarah mereka. (Ben)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar