JURNALTIMUR.COM,- Kabupaten Lembata memiliki keunikan dalam
memperjuangkan pemekaran menjadi kabupaten. Jauh sebelum terjadinya pemekaran provinsi dan kabupaten di wilayah
Indonesia, pada tahun 1954 masyarakat Lembata sudah mendeklarasikan otonomi
untuk menjadi kabupaten sendiri.
Namun demikian, keunikan yang dimiliki Lembata ini dalam
perjalanan kabupatennya sejak pemekaran dari kabupaten Flores Timur tahun 1999,
tidak banyak memberikan perhatian pada sejarah perjuangan otonomi Lembata
termasuk cita-cita yang pernah dirumuskan para pendahulu sepanjang sejarah
perjuangan otonomi Lembata. Akibatnya
banyak generasi Lembata yang tidak tahu
sejarah, bahkan Lembata terancam tidak memiliki keunikan dibandingkan kabupaten
dan wilayah lain.
Untuk mendorong hal itu, diperlukan adanya berbagai upaya
termasuk membangun monumen 7 Maret, memberi nama jalan dengan nama-nama pejuang
otonomi Lembata, dan penerbitan buku sejarah Lembata yang bisa dijadikan muatan
lokal dalam pendidikan di sekolah.
Pendapat ini mengemuka dalam diskusi yang digelar Keluarga
Besar Mahasiswa Pemuda Lembata Jabodetabek (Kemadabaja), di Tugu Proklamasi –
Matraman Jakarta, Sabtu 11 November 2017. Diskusi menghadirkan nara sumber,
sejahrawan Thomas Ata Ladjar dan Politisi Muda Partai Golkar Viktus Murin ini
dihadiri hampir 50 peserta dari kalangan mahasiswa.
Thomas Ata Ladjar dalam paparannya menguraikan dengan sangat
detail sejarah masyarakat Lembata sejak dari jaman pra sejarah hingga jaman
reformasi saat ini. Sementara Viktus Murin sebagai mantan Aktivis
Mahasiswa yang sangat dikenal, juga
terlibat dalam beberapa kegiatan politik memaparkan tentang peran dan kedudukan
mahasiswa sebagai agen perubahan dalam masyarakat.
Hampir 23 bagian sejarah Lembata yang diuraikan Thomas Ata
Ladjar, penulis beberapa buku sejarah termasuk sejarah Jakarta ini. Pembabakan
sejarah Lembata yang diuraikan Thomas Ata Ladjar meliputi saman pra sejarah,
masuknya Agama-agama Wahyu, jejak kolonial di Lembata, periode dua kerajaan
Islam di Lembata, sejarah pendidikan, sejarah kebencanaan, perjuangan otonomi Lembata, dan sejarah
kebudayaan dan masyarakat Lembata .
Menurut Thomas Ata Ladjar, pengetahuan akan sejarah Lembata
penting artinya untuk generasi saat ini dalam membangun Lembata ke depan.
Sayangnya, kata Thomas pemerintah belum memberikan perhatian serius akan
penerbitan-buku-buku tentang sejarah Lembata,
“Sebenarnya ada buku yang pernah diterbitkan, tetapi buku
itu tidak lengkap dan masih dipenuhi dengan berbagai kutipan dengan sumber yang
tidak jelas,” kata Thomas.
Dia mengatakan, saat ini kabupaten Lembata menamakan dirinya
sebagai kabupaten Literasi, namun pada gilirannya kabupaten ini pun harus bisa
menulis dan memberi perhatian pada sejarahnya sendiri, termasuk kegunaan praktis
menjadi materi muatan lokal.
Dalam kesempatan itu, mantan wartawan dan salah satu penulis
eksiklopedi Indonesia ini, memotivasi mahasiswa untuk berlatih menulis dan mulai mempelajari sejarah agar dapat
mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Sementara itu, Viktus Murin dalam paparannya mengingatkan
mahasiswa tentang idealisme perjuangan mahasiswa yang tidak boleh terkooptasi
dengan kepentingan politik apapun. Viktus menyadari bahwa banyak mahasiswa
merupakan putra dari para birokrat dan politisi di Lembata, tapi hal itu tidak
boleh menjadi beban dalam menyuarakan idealisme.
Sebagai mantan Sekjen GMNI di level nasional, uraian Viktus
menukik pada kemampuan-kemampuan praktis yang harus dimiliki para mahasiswa.
Selain kesediaan untuk berkolaborasi dan berjejaringan, kata Viktus, para
mahasiswa juga perlu mengetahui berbagai regulasi yang ada sehingga program
kerja lebih terarah. Para mahasiswa pun katanya, harus memastikan logistik
dalam berorganisasi yang diperoleh dari dukungan masyarakat.
Mahasiswa Lembata foto bersama di Tugu Proklamasi usai
diskusi
Dalam hubungan dengan
sejarah, Viktus yang juga mantan wartawan ini mengharapkan agar mahasiswa
terlibat mendorong pemerintah untuk memberi
nama jalan di Lembata dengan nama-nama tokoh pejuang otonomi Lembata dan
perlu membangun tugu peringatan pejuang otonomi Lembata.
“Siapaun yang ke Lembata pasti akan tersesat karena
banyaknya jalan di Lembata yang tidak punya nama. Perlu memberi nama jalan itu
dan nama-nama itu bisa diambil dari nama para pejuang Otonomi Lembata,” kata
Viktus.
Ketua Umum Kemadabaja
Choky Askar Ratulela tuan rumah penyelenggaraan diskusi mengharapkan agar anak muda jangan sampai melupakan sejarah.
Choki juga memberikan apresiasi atas kehadiran dua narasumber yang baginya
sangat memberi informasi yang memadai tentang sejarah Lembata.
“Kita sebagai anak muda jangan menolak lupa pada sejarah.
Sejarah merupakan identitas kita, dimana dari sanalah kita berasal,”kata Choky.
Sekertaris Umum Kemadabaja Efensianus D Jawang berkomentar bahwa diskusi kecil ini sangat menarik dan dirinya bisa dapat lebih
mengetahui sejarah Lembata.
“Baru sekarang saya mengerti tentang sejarah otonomi
Lembata. Mudah-mudahan ke depan ada buku dan terbitan yang memuat sejarah
perjuangan otonomi Lembata, “ harapnya.
Choky di akhir diskusi menekan tiga hal yang akan dilakukan
mahasiswa Lembata yakni, mengusulkan kepada Pemerintah Daerah Lembata agar
menentukan nama nama pejuang Lembata pada
setiap sudut jalan di Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata, dan selanjutnya pada tingkat Kecamatan Desa.
Kemuadian yang kedua, membangun tugu Statement 7 Maret
sebagai monumen simbol sejarah persatuan Rakyat Lembata. Yang terakhir,
kurikulum muatan lokal sekolah dasar sampai sekolah menengah atas harus ada
sehingga putra/i daerah lebih paham akan sejarah mereka. (Ben)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar