JURNALTIMUR.COM,- Mengagetkan berita pagi ini, Kamis, 26
Oktober 2017, Pater John Dami Mukese berpulang. Sosiolog Charles Beraf menulis
di Status Facebooknya dengan menyebutkan sebagai kepergian yang mendadak.
John Dami Mukese meninggal dunia pagi dini hari Kamis ini
pukul 02.15 witeng di RSUD Ende, Flores. dalam usia 67 tahun. Lahir pada 24
Maret 1950 di Menggol, Benteng Jawa, Manggarai Timur, Flores, NTT, John Dami
Mukese adalah Imam Serikat Sabda Allah dan penyair terkemuka NTT yang
menyumbangkan kekhasan puisi religius bagi kehidupan sastra nusantara.
Pater John Dami Mukese, SVD
John Dami Mukese dikenal luas sebagai penyair. Peneliti
sastra Yohanes Sehandi menyebut John Dami Mukese sebagai penyair kebanggan
NTT. Suhendi dalam beberapa tulisan dan
kajian sastra menyebut John Dami Mukese sebagai penyair produktif,
penyair NTT generasi setelah Gerson Poyk.
Sebutan kepenyairan untuk John Dami Mukese memang demikian
adanya. John Dami Mukese adalah puisi itu sendiri dalam kesan Gerald
Bibang melalui Puisi "Kredo
Puisi" yang ditulis pagi ini.
Kepenyairan John Dami Mukese memang tidak diragukan lagi.
Buku kumpulan puisinya seperti (1) Doa-Doa Semesta (Nusa Indah, Ende, 1983,
1989, 2015), (2) Puisi-Puisi Jelata (Nusa Indah, Ende, 1991), (3) Doa-Doa Rumah
Kita (1996), (4) Kupanggil Namamu Madonna (Obor, Jakarta, 2004), dan (5) Puisi
Anggur (2004), Menjadi Manusia Kaya
makna. Jakarta: Obor.( 2006) dicetak ulang beberapa kali.
Puisinya penuh inspirasi yang juga menjembatani
pikiran-pikiran teologi yang rumit ke dalam bahasa dan rasa yang sederhana
dalam konteks masyarakat Flores yang sederhana tempat ia menulis dan
berefleksi. Puisinya bagai Doa Litani dan nyanyian mazmur dalam bentuk baru dan
lebih membumi. Puisi Natal seorang
Petani, Natal Seorang Nelayan, Natal Buruh Kecil, adalah sebagian kecil
refleksi John Dami Mukese akan soal-soal yang berhubungan dengan dimensi
religiositas masyarakat.
Kendati titik berangkat puisi John Dami Mukese lebih
bernuansa Katolik, kemampuan untuk memilih dan memilah kata dserta ketaatan
pada struktur puisi menyebabkan puisinya dapat dinikmati oleh siapa saja dalam
pengalaman religiositas yang beragam.
Barangkali ini alasan yang cukup masuk akal, mengapa sajak-sajaknya berjudul Doa-Doa
Semesta – yang terdiri dari beberapa bagian dimuat di majalah sastra terkemuka HORISON di era tahun
1980-an.
Di luar puisi dan kepenyairan, John Dami Mukese adalah
cendikiawan yang merayakan dunia tulis menulis sebagai tempat menumpahkan
refleksi, menggugat dan memberikan apresiasi pada kompeleksnya kehidupan
masyarakat.
Belajar di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Katolik
Seminari Tinggi St Paulus Ledalero Flores 1980 dan CPAF,University of the
Philippines, sejak mahasiswa John Dami Mukese telah menuangkan gagasan-gagasan
dalam tulisan di Media FOX. Ia masuk dalam sedikit penulis yang menjanjikan
masa depan kehidupan intelektual.
Dunia menulis juga keprihatinannya pada budaya literer menempatkannya sebagai redaktur Media
Mingguan Dian, dan Flores Pos. Ia juga editor untuk penerbit Nusa Indah Ende.
Sebagai penyair dan intelektual yang merekam kehidupan
masyarakat dari bilik-bilik sunyi, John Dami Mukese adalah pencinta sejarah. Ia
menjadi editor untuk buku "Indahnya
Kaki Mereka" yang bercerita tentang kehidupan misionaris tempo dulu
dalam tiga seri buku.
Buku ini cukup menggambarkan minat dan keseriusan John Dami
Mukese, karena disana ia tidak saja bertindak sebagai editor, tapi juga sebagai
pewawancara sekaligus menuliskan kembali hasil wawancaranya. Perpektif
sejarahnya dengan mudah dijumpai dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
termasuk memilah struktur penulisan pasca wawancara. Ia menulis bersama
sejahrawan Edu Jebarus.
John Dami Mukese telah menjadi "sumur" dimana
generasi baru menimbah "air insipirasi". Boleh dibilang tak mungkin
menulis atau membicarakan puisi NTT saat ini, tanpa menyebutkan Penyair John
Dami Mukese.
Begitu pun, tak mungkin melewatkan refleksi natal dalam
konteks masyarakat petani dan nelayan, tanpa terlebih dahulu menyimak puisinya
tentang Natal seorang Petani dan Natal seorang Nelayan. Begitu sederhana, namun menancap di kepala
untuk diingat.
Pater John Dami Mukese sudah pergi kembali ke rumah Bapa di
Surga. Kita bisa mengutip satu kalimat dari puisinya "Doa untuk Para
Misionaris" yakni "Sambutlah mereka di gerbang kemenangan".
Selamat jalan Pater.
Benjamin Tukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar